Pemotongan PPh 21 Bukan Pegawai yang Mempekerjakan Orang Lain

katemangostar / freepik

Ilustrasi Kasus

Pada tahun 2021, PT Z berencana melakukan perbaikan instalasi Air Conditioner (AC) pada bangunan kantornya. PT Z telah melakukan pengadaan dan menunjuk Ali (tidak ber-NPWP) seorang pemborong yang sudah berpengalaman dalam instalasi AC. Imbalan atas proyek pekerjaan sebesar Rp40.000.000 langsung dibayarkan oleh PT Z kepada Ali. Dalam mengerjakan proyek tersebut, Ali mempekerjakan 5 orang teknisi dengan total upah sebesar Rp10.000.000. Pemberian upah tersebut tidak tertuang dalam kontrak/perjanjian antara Ali dan PT Z. Berapakah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Z? 

PPh 21 Bukan Pegawai yang Mempekerjakan Pihak Lain

Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 21, hal yang paling penting dilakukan adalah mengidentifikasi golongan pihak penerima penghasilan atau pihak yang akan dipotong pajak. Secara umum, pemotongan PPh Pasal 21 dibagi menjadi dua kelompok, yakni pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima pegawai tetap dan selain pegawai tetap. Penerima penghasilan selain pegawai tetap terdiri dari pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas, bukan pegawai, peserta kegiatan, dan lainnya. Pada kasus di atas, Ali dapat dikategorikan sebagai ‘Bukan Pegawai’.

Dasar Pengenaan Pajak

Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023, Bukan Pegawai dikenakan PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 UU PPh dengan dasar pengenaan pajak (DPP) adalah 50% dari penghasilan bruto.

Apabila dalam penyerahan jasa terdapat penyerahan material atau mempekerjakan pihak lain, penghasilan bruto dihitung dari jumlah pembayaran dikurangi pembelian material atau upah yang dimaksud. Penentuan jumlah bruto untuk selain jasa katering dan dokter adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh bukan pegawai dari pemotong pajak, tidak termasuk:

  1. pembayaran atas pekerjaan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh bukan pegawai (dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran);
  2. pembayaran pengadaan atau pembelian atas  barang atau material terkait dengan jasa yang diberikan (dibuktikan dengan faktur pembelian); dan/atau
  3. pembayaran yang diterima atau diperoleh pihak ketiga dari bukan pegawai atas jasa yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut (dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis, termasuk bukti pemberian penghasilan kepada pihak ketiga).

Hal tersebut dapat dilakukan sepanjang jumlah pembelian material atau upah untuk pihak lain dapat diidentifikasi melalui kontrak/perjanjian.

Baca Selengkapnya: PPh Pasal 21 Bukan Pegawai sesuai PMK 168/2023

Pembahasan

Dalam ilustrasi di atas, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah sebesar jumlah yang dibayarkan oleh PT Z kepada Ali yaitu Rp40.000.000,00, mengingat dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah tersebut.

Jika komponen upah untuk 5 orang pekerja lainnya dapat dipisahkan, DPP atas transaksi tersebut adalah Rp30.000.000 (Rp40.000.000 – Rp10.000.000).

Dengan demikian, PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Z adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 x (50% x Rp40.000.000,00)

PPh Pasal 21 = 5% x Rp20.000.000,00

PPh Pasal 21 = Rp1.000.000,00

Mengingat Ali tidak ber-NPWP maka pengenaan PPh Pasal 21 dikenakan dengan tarif 20% lebih tinggi yaitu:

PPh Pasal 21 (tanpa NPWP) = 120% x Rp1.000.000 = Rp1.200.000

Dengan demikian PT Z wajib memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp1.200.000 atas imbalan yang diterima Ali.

Categories: Studi Kasus

Artikel Terkait